Tidak ada yang dapat menghantarkan seseorang ke surga kecuali dengan rahmat Allah Taala. Maka dari itu setiap amal shalih dan ketaatan yang dilakukan harus tegak di atas asas keikhlasan. Tunduk dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya menggambarkan seberapa baiknya keimanan seseorang.

Allah Taala berfirman

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًا مُّبِينًا

“Dan tidaklah layak bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu urusan, masih ada lagi bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al-Ahzab: 36)

Tidak ada lagi seharusnya opsi lain tatkala perintah Allah telah jelas adanya, seorang mukmin harus mengikuti perintah Allah tanpa mempertanyakan, mendebat, dan mencari-cari alasan lagi untuk tidak melakukannya.

Ibnul Qoyyim –rahimahullah– mengatakan, “Tidak ada jalan lain bagi seorang mukmin selain mematuhi perintah dari Allah Taala. Jika itu perintah, maka melaksanakan perintah itulah satu-satunya cara bersikap. Namun jika dalam perkataan Allah tersebut samar adanya, maka di sana ada pilihan. Yaitu memilih perkataan dari ahli ilmu dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wasallam” (Zaadul Ma’ad, Jilid 1 hal.10)

Oleh: Radika Yuda
Yogyakarta, 21 Januari 2021