Sahabat, sebagaimana berbakti kepada orang tua merupakan suatu amal yang besar nilainya di sisi Allah, maka sebaliknya durhaka kepada orang tua menjadi suatu maksiat yang dosanya sangat besar. Posisinya setelah berbuat syirik kepada Allah Taala.

Allah Taala berfirman

أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, dan hanya kepada-Ku lah engkau akan kembali (QS. Luqman: 14)

Kata عقوق berasal dari kata عقّ yang bermakna قطع yaitu memotong.

Kedurhakan merupakan jalan yang menghantarkan seorang anak pada lubang dosa yang dalam, gelap dan menakutkan. Menakutkan sebagaimana ancaman yang disebutkan dalam al-Quran dan Hadits Nabi shalallahu alaihi wasallam.

Tatkala Allah Taala menghimbau hamba-hambanya untuk beribadah, menjelaskan hakitkat dari Ubudiyah yaitu mentauhidkan Allah semata, kemudian Allah menyebutkan perkara orang tua setelahnya. Sebagaimana kita simak dalam Surat an-Nisa ayat 36

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Sembahlah Allah semata dan jangan sekali-kali menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain, dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orang tua

dan juga dalam Surat al-Isra ayat 23 Allah Taala mengatakan

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Rabb-kalian telah memerintahkan janganlah sekali-kali kalian menyembah kecuali hanya kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.

sehingga dengan jelas sekali kita bisa memaknai maksud Allah Taala kenapa Allah letakkan perkara orang tua itu setelah perkara diri-Nya. Allah sebutkan dulu yang paling parah dosanya yaitu syirik, lalu Allah sampaikan yang paling parah nomor dua yaitu ‘uquuqul walidain’, mendurhakai orang tua.

Dalam ayat yang pertama kita sebutkan di atas yaitu tentang bersyukurlah kepada Allah dan berterimakasihlah kepada orang tua karena memang kita sebagai manusia itu seringkali lupa. Lupa bahwa setiap harinya, bahkan setiap detiknya kita bercururan nikmat dari Allah Taala. Yang kalau kita hendak menghitung seberapa banyak pemberian Allah kepada kita maka sampai kering lautan sebagai tinta, habis dedaunan sebagai kertasnya, maka belum semuanya tercatat. Kenapa? karena saking begitu banyaknya nikmat tersebut. Sehingga dengan mengingat hal tersebut harusnya kita termotivasi untuk bersyukur kepada Allah dengan cara memperbaiki ibadah kita kepada-Nya.

Kemudian selepas itu berbakti kepada orang tua merupakan bentuk terimakasih kita kepada dua sosok yang telah mengorbankan banyak hal dari dirinya untuk diri kita. Bahkan tatkala jiwa kita harus ditebus dengan jiwa mereka, tak ada keraguan kita lihat betapa banyak orang tua yang rela menebus dengan jiwanya asalkan si anaknya terselamatkan.

Ihsan kepada orang tua itu mencakup berbagai aspek mulai dari perkataan, perbuatan, pikiran, lintasan hati.

Mungkin sulit kita mengingat bagaimana susahnya Ibu kita dahulu 9 bulan mengandung. Tiap hari terasa kian susah hari-harinya. Makin berat. Makin sakit. Makin susah. Belum lagi sakitnya saat melahirkan. Berkorban nyawa antara hidup atau mati. Kemudian menyusui, merawat, menimang, mengajak kita bicara, menggendong, mengajarkan kita melangkah, tiap memberi kita makan, menemani setiap masa kecil kita karena khawatir kita apa-apa, membesarkan, menyekolahkan, dan kemudian mereka bersabar dengan tingkah laku kita yang seringkali menyakitkan hatinya. contohnya tatkala banyak kita lihat muda-mudi posting photo berdua sama pacarnya dimomen wisuda dengan caption, “Makasih sayang, sudah menemani dan menguatkan perjuanganku dari awal sampe sekarang” sementara orang tua yang dikampung banting tulang, kaki dikepala dan kepala kebalik dikaki, karena saking kerasnya menghantamkan cangkulnya demi anak-anak sekolah tinggi-tinggi. Eh, tahunya pas lulus, yang dikasih terimakasih orang lain.

Sakitnya tuh disini ><

Ingatlah pula sebuah hadits ketika salah seorang sahabat belia bertanya kepada beliau shalallahu alaihi wasallam dan meminta agar beliau diikutkan dalam barisan para mujahid, kemudian Nabi bertanya kepadanya, هل من والديك أحد حيٌّ؟

maka dia menjawab: نعم, بل كلاهما benar dia bilang, bahkan kedua orang tua saya masih hidup. Maka nabi pun berkata kembali padanya, “Benarkah engkau mencari pahala dari Allah Taala?”

“Benar ya Rasulullah”, maka Nabi pun menyuruhnya untuk kembali ke rumah membersamai orangtuanya dan berbuat baik kepada mereka (HR. Bukhari no. 3004 dan Muslim no.2549)

Berdasarkan hadits ini berbakti kepada orang tua merupakan suatu ibadah yang nilainya bisa mengalahkan nilai pahala jihad berperang di jalan Allah. Dan juga menjadi dalil bahwasanya tidak boleh keluar untuk berjihad kecuali seizin orang tua.

Sahabat, banyak sekali barangkali artikel yang kita baca, ceramaah yang kita simak terkait berbakti kepada orang tua, sekaligus konsekuensi dari durhakan pada mereka. Seperti hal sederhana, untuk tidak mengatakah ‘Ah’ dihadapan orang tua, tatkala ada sesuatu yang diperintahkan kepada kita. Selama hal tersebut bukanlah maksiat, maka wajib kita untuk patuh.

Wasalallahu ala muhammadin wa ‘ala alihi wa ashabihi ajmain. Allahu ‘alam bishawaab.

Radikal Yuda | @Meja Belajar, Canberra 27 Maret 2020
Referensi: Kitab al-Kabaair Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahab syarh Syaikh Shalih ibn Fauzan ibn Abdillah al-Fauzan, p.589-590