Jika kita bisa bersembunyi dari popularitas, maka lakukanlah. Orang-orang dulu adalah mereka yang banyak beramal, tapi sedikit sekali lisannya memberitakan. Orang-orang sekarang, sedikit beramal, tapi koarnya sampai kemana-mana seolah besar sekali apa yang dilakukan.

Pagi ini saya membaca suatu kisah. Menyentuh sekali. Semoga anda turut pula mendapatkan manfaat dari cerita ini

Dari Muhammad bin al-Munkadir diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Aku memiliki tempat di belakang tembok di Masjid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang mana aku biasa shalat menghadapnya di malam hari. Suatu kali penduduk Madinah mengalami paceklik. Maka merekapun keluar melakukan shalat Istisqa (untuk memohon hujan). Namun hujan tidak juga turun. Pada malam harinya, seperti biasa aku shalat di akhir waktu di Masjid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam lalu aku mendatangi tempat khususku dan menyandarkan tubuhku di sana. Tiba-tiba datang seorang lelaki hitam legam bertutup kepala kuning, mengenakan sarung, dan di atas lehernya tergantung kain yang lebih kecil lagi. Lalu lelaki itu mendekati tempat di depanku sementara (tanpa dia ketahui) aku berada di belakangnya. Kemudian shalat dua rakaat lalu duduk seraya berdoa, ‘wahai Rabbku. Para penduduk al-Haram kota Nabi-Mu telah keluar meminta hujan, namun Engkau tidak juga mencurahkan hujan. Kini aku bersumpah atas nama-Mu, turunkahlah hujan. Ibnul Munkadir bergumam, ‘Jangan-jangan ini orang gila’

Tatkala lelaki itu meletakkan tangannya, tiba-tiba aku mendengar suara guntur, diikuti dengan hujan yang turun dari langit yang menyebabkan diriku berkeinginan segera kembali ke keluargaku. Ketika ia mendengar suara hujan, ia memuji Allah dengan berbagai pujian  yang belum pernah kudengar sebelumnya. Kemudian lelaki itu berkata ‘Siapa aku dan apa kedudukanku, sehingga Engkau mengabulkan doaku. Akan tetapi aku tetap berlindung memuji diri-Mu dan berlindung dengan pertolongan-Mu.’ Kemudian lelaki itu mengenakan kain yang digunakan untuk menyelimuti tubuhnya, lalu kain yang bergantung di punggungnya itu ia turunkan ke kakinya. Setelah itu ia shalat. Ia terus menjalankan shalatnya, sampai ketika ia merasa subuh akan datang, ia melakukan shalat witir dan shalat sunnah fajar dua rakaat. Kemudian dikumandangkan iqamat subuh, ia turut shalat berjamaah bersama orang banyak, aku turut shalat bersamanya. Setelah imam mengucapkan salam, ia segera bangkit dan keluar dari masjid. Aku pun mengikutinya dari belakang, hingga pintu masjid. Ia mengangkat pakaiannya dan berjalan di air yang tergenang (karena hujan). Aku pun ikut mengangkat pakaianku dan berjalan di genangan air. Namun kemudian aku kehilangan jejak.

Pada malam selanjutnya aku kembali shalat Isya di Masjid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, lalu aku mendapati tempatku tersebut dan berbaring di sana. Tiba-tiba lelaki itu datang dan berdiri di tempat biasa. Ia menyelimuti tubuhnya dengan kain. Sementara kain lainnya yang berada dipunggungnya ia letakkan di kedua kakinya, kemudian melakukan shalat dan terus melakukan shalat, sampai ia khawatir kalau datang waktu subuh, baru ia melakukan witir dan dua rakaat sunnah fajar. Setelah itu iqamat berkumandang. Ia langsung shalat berjamaah, aku pun turut bersamanya. Ketika imam telah mengucapkan salam, ia keluar. Aku juga keluar mengikutinya. Ia berjalan dengan lekas. Aku pun mengikutinya hingga sampai di sebuah rumah di Madinah yang ku ketahui. Aku pun kembali ke masjid.

Setelah terbit matahari, dan aku telah menunaikan shalat (isyraq atau dhuha), aku segera keluar untuk mendapati rumah tersebut. Kudapati dirinya sedang duduk menjahit dan ternyata ia seorang tukang sepatu. Ketika ia melihatku, ia segera mengenaliku.

Ia berkata, ‘Oh Abu Abdullah, selamat datang. Ada yang bisa ku bantu? Anda ingin ku buatkan sepatu?’

ku duduk dan segera berkata, ‘Bukankah engkau adalah temanku yang berdoa di malam kemarin lusa itu?’

Rona wajahnya segera berubah menghitam, dan berteriak sambil berkata, ‘Wahai Lelaki Ibnu Munkadir, apa urusanmu dengan kejadian itu?’ lelaki itu marah. Aku pun segera meninggalkannya.

Aku mengatakan, ‘Sekarang juga aku keluar dari tempat ini’

Pada malam ketiga, aku kembali shalat Isya di akhir waktu di Masjid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, kemudian menuju tempatku yang biasa untuk berbaring. Namun lelaki itu tak kunjung datang.

Ibnul Munkadir bergumam, ‘Inna lillah’ apa yang telah aku perbuat?’ setelah datang pagi, aku  duduk-duduk di masjid hingga matahari terbit. Kemudian aku keluar untuk mendapati rumah yang ditempati lelaki tersebut. Ternyata rumah itu pun sudah tidak berpenghuni lagi.

Pemilik rumah yang ditinggali lelaki itu bertanya kepadaku, ‘wahai Abu Abdullah, apa yang terjadi antara anda dengan dirinya kemarin’

Aku balik bertanya, ‘Memangnya apa yang terjadi dengannya?’

Orang-orang disitu berkata, ‘Ketika anda keluar dari rumahnya kemarin, lelaki itu segera membentangkan kainnya di tengah ruangan rumahnya. Kemudian ia tidak menyisakan selembar kulit atau pun sepatu. Semuanya ia letakkan dalam kainnya, lalu dia angkut. Setelah itu kami tidak tahu lagi kemana lagi dia pergi’.”

Muhammad bin al-Munkadir menceritakan, ‘Setiap rumah yang ada di Kota Madinah yang ku ketahui, ku singgahi untuk mencarinya, namun aku tidak mendapatkan orang itu. Semoga Allah merahmatinya’

(Shifat ash-Shafwah, 2/190-192)

Kisah itu membawa kita pada satu pertanyaan, “Seberapa besar jurang yang membedakan kita dengan lelaki tersebut?”

kita terlalu merindukan sanjungan. Terlalu haus perhatian. Selalu berharap untuk mendapatkan pujian. Padahal, “Siapalah kita? Seberapalah amal kita?”

Sementara mereka begitu dekat. Penuh hatinya dengan ketakwaan kepada Allah. Disembunyikan semua amal. Berusaha tiap waktu untuk tidak menjadi siapa-siapa. Padahal, sekali mereka berdoa, pintu-pintu langit langsung terbuka. Suaranya di dengar dilangit. Mereka dikenal oleh penduduk langit. Meski di dunia, mereka tak diingat oleh siapa-siapa. Tidak dianggap sebagai siapa-siapa.

Semoga Allah mengokohkan jalan kita, ikhlas beramal karena-Nya.

Disusun oleh: Radikal Yuda
Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosanya
@Kamar Kecilku, Pogung Dalangan | Jumat, 10 Januari 2020 Pkl.08.50 WIB