Berusaha untuk menjadi baik adalah tekad setiap orang yang beriman. Memperbaiki segala kekurangan diri. Mengasah potensi dan memberikan kontribusinya bagi umat.
Memperbaiki diri salah satunya adalah dengan menjaga rasa malu kita. Menjaga rasa sungkan dan enggan untuk melakukan keburukan. Terlebih keburukan dan kemaksiatan yang kita memang tahu itu salah, tapi karena dorongan hawa nafsu, diri tak mampu kita cegah.
Pada rasa malu ada kebaikan. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ.
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” (Muttafaq ‘alaihi)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
اَلْـحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ.
“Malu itu kebaikan seluruhnya.”
Malu adalah akhlak Rasulullah. Akhlaknya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih pemalu daripada gadis yang sedang dipingit.
Malu. Bukan berarti tidak melakukan kemajuan. Bahkan Kemajuan paling fenomenal terjadi di bawah pimpinan Rasulullah yang pemalu.
Malu itu…
Tatkala adzan subuh telah memanggil, kita masih berkelung di bawah selimut
Malu itu…
Tatkala orang lain telah mandi keringat bekerja mencari karunia Allah. Kita masih terkungkung rasa malas…
Malu itu…
Tatkala rekan-rekan seperjuangan semakin baik hafalan Qurannya, kita masih terjebak membedakan ح ج dan خ
Malu itu…
Tatkala ayah ibu kita banting tulang mencari uang untuk sekolah kita, tapi kita hanya main-main belajarnya…
Malu itu…
Tatkala orang lain meraup pahala bersama istrinya, kita meraup dosa bersama pacar, apalagi berniat jomblo seumur hidup….
Ya, perbesar rasa malu kita untuk berbuat dosa dan maksiat. Jika seandainya kita malu diintipi seseorang dan ketahuan dengan berbuat fasik, maka bagaimana pula di hadapan Allah yang tiap saat aktivitas kita terpampang… Dia melihat. Dia tahu.
Ingat. Selalu ada yang mencatat. Di setiap saat, di setiap tempat.
َاْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.”
(HR. Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no.398 dan HR. Muslim no.35)
Penyusun : Radikal Yuda
____________
www.muslimplus.or.id
Join BC Nasihat WA:
( Ketik) BC_Nasihat (kirim ke) 089620688585