Di antara sifat generasi terbaik Islam terdahulu adalah gigih mencari kebaikan. Menjadi hebat itu pilihan. Tanpa usaha dan kerja keras, maka tidak akan pernah seseorang mencapai derajat mulia di sisi Allah Taala. Percayalah, setiap usaha yang di lakukan karena Allah, makan akan terasa lebih mudah.

Gigih dalam kebaikan adalah karakter yang mesti melekat pada pribadi kita. Karena setiap muslim tahu, bahwa setelah mati. Amal-amal itulah yang akan berguna bagi mereka. Mempersiapkan untuk masa depan yang paling depan, yaitu akhirat.

Allah telah menjanjikan surga bagi mereka yang berjalan pada jalur ini. Lantas apalagi yang menahan kita untuk tidak gigih dalam kebaikan? tentu saja tidak ada. Kecuali rasa malas dan nafsu.

Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu menangis tersedu-sedu ketika membaca ayat ini

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (QS. Al-Hadid : 16)

Ya, begitu jugakah kita?

Sejenak renungi. Ketundukan hati kepada Allah adalah kuncinya. Kita mungkin takut tatkala masuk kerja, jika telat. Karena merasa ada sesuatu yang menyalahi instruksi pimpinan. Maka tidak kah kita merasa takut tatkala kita menyalahi instrukti Pimpinan dari segala Pimpinan, bahkan penciptanya mereka semua yaitu Allah Taala?

Kita pasti akan kembali kepangkuan Allah dengan membawa setiap amal kita masing-masing.

لِيَوْمٍ عَظِيمٍ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (QS. Al-Muthaffifiin : 5-6)

Mari pupuk kegigihan kita pada kebaikan. Jadikan kebiasaan hingga semua terasa ringan.

 

Penyusun: Radikal Yuda


Artikel : muslimplus.or.id