Anak muda itu memang ok. Masalah semangat jangan di tanya. Sangat ambisisus. Begitupula dalam perkara kebaikan. Semangat berbuat kebaikan harus selalu dijaga dan ditumbuhkan. Tapi terkadang semangat tersebut tidak terkontrol. Tak jarang konflik muncul gegara sumbu yang pendek.
Kemungkaran memang sudah seharusnya ditebas. Tapi Islam punya cara sendiri bagaimana mengeksekusinya.
Ada yang bertanya kepada Syaikh Ibn Baz,
Apakah kemungkaran bisa dirubah dengan tangan, lalu siapa yang berkewajiban merubahya dengan tangan. Mohon penjelasan beserta dalil-dalil. Semoga Allah senantiasa menjaga Syaikh.
Jawaban :
Allah Taala telah mencap kaum mukminin sebagai para penegak ingkarul mungkar (yang mengingkari kemungkaran) dan memerintahkan kebaikan. Sebagaimana firman-Nya
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Merka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang mungkar” QS. At-Taubah : 71
Dan firman-Nya
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang mungkar dan meraka adalah orang-orang yang beruntung” QS. Ali-Imran : 104
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar” QS. Ali –Imran 110
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya mengenai amar maruf nahi mungkar. Demikian ini karena betapa perlunya hal tersebut
Dalam hadits shahih disebutkan
“Barangsiapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman” HR. Muslim no.49
Jadi kemungkaran itu bisa dirubah dengan tangan oleh orang yang mampu melakukannya seperti : para penguasa, instansi-instansi yang khusus bertugas menangani masalah ini, orang-orang yang mengharapkan pahala melalui jalur ini, pemimpin yang mempunyai kewenangan dalam hal ini, hakim yang mempunyai tugas ini, setiap orang dirumahnya dan terhadap anak-anaknya serta keluarga sendiri sejauh kemampuan.
Adapun yang tidak mampu melakukannya atau jika merubahnya dengan tangannya bisa menimbulkan petaka dan perlawanan terhadapnya, maka hendaknya ia tidak merubahnya dengan tangan tapi mengusahakan dengan lisannya, ini cukup baginya agar pengingakarannya dengan tangannya tidak menimbulkan yang lebih mungkar dari yang telah diingkarinya. Demikian sebagaimana disebutkan oleh para ahlul ilmi.
Mengingkari kemungkaran dengan lisannya bisa dengan mengatakan. “Saudaraku, bertakwalah kepada Allah. Ini tidak boleh. Ini harus ditinggalkan” demikian yang harus dilakukannya, atau dengan ungkapan-ungkapan serupa lainnya dengan tutur kata yang baik.
Setelah dengan lisan adalah dengan hati, yaitu membenci dengan hatinya, menampakkan ketidaksukaannya dan tidak bergaul dengan para pelakunya. Inilah cara pengingakran dengan hati.
Wallahu waliyut taufiq
Sumber : Fatwa-fatwa terkini, jilid 2. Majalatul Buhuts, edisi 36 hal.121-122, Syaikh ibn Baz