Ada sebuah ungkapan indah namun bermakna menyesatkan. “Kita yang sedang menikmati dosa ini akan menjadi manusia semakin dewasa”. Penyimpulan simpel dari kalimat itu seolah seperti ini. “Untuk menjadi seorang yang dewasa itu harus melakukan berbagai perbuatan dosa”.
Padahal agama indah islam ini telah menggariskan dengan jelas bahwasanya setiap jenis kemaksiatan yang kita lakukan akan melukiskan noktah hitam yang melekat didalam hati.
Jika terus menerus bermain dan berada didalam kolam dosa maka saat itu juga secara berangsur hati akan terus terkena titik-titik hitam. Yang mana jika tidak kembali dan bangkit dari kolam dosa itu akan mengakibatkan noktah itu mengerak dan menutupi seluruh bagian hati.
Ketika hati sudah menjadi hitam legam tertutup rapat dengan noda dosa. Maka ketika nurani mencoba membisikkan kebaikan demi kebaikan itu tidak lagi mempan karena noktah dosa yang sudah telanjur menebal.
Sehingga ketika melakukan perbuatan-perbuatan dosa ia akan tetap merasa tenang. Dirinya sudah tidak merasa lagi seperti dirundung masalah. Saat raga yang dikendalikan hati melakukan perbuatan buruk nurani sudah tidak lagi berontak terdiam seribu bahasa.
Padahal jauh-jauh hari yang lalu. Imam Ibnu jauzi berkata didalam kitabnya yang bernama shaidul khatir. “Hukuman terbesar bagi pendosa adalah perasaan tidak berdosa.” Dititik itulah nurani sudah tidak dapat berkata sudah tidak lagi memiliki arti. Hatinya seolah sudah terkafani oleh gelap nya noda dosa.
Pantaslah jika Hasan Az Zayyat rahimahullah pernah mengatakan “yang paling aku takutkan adalah keakraban hati dengan kemungkaran dan dosa. Jika kedurhkaan berulang kali dikerjakan, jiwa menjadi akrab dengannya hingga ia tak lagi peka, mati rasa.”
– Jember, studio radio menunggu panggilan untuk siaran. 24 Oktober 2016.
Penulis: Fitra Aryasandi
Artikel: muslimplus.or.id