Ketika laki-laki kelak menjadi suami berarti pada hembusan itulah ia menghirup sebuah kepemimpinan di rumah tangga, siap mengayomi diri, istri dan anak-anak kelak.
Ketika sang belahan hati yaitu istri mulai sedikit menyimpang di situlah ia mulai berperan, membimbing dengan ketulusan hati mengajak dan memegang erat agar kembali.
Ketika sang buah hati mulai sedikit menyimpang disitulah mulai digali peran menjadi seorang ayah yang mampu mendidiknya bukan malah menghardiknya.
Ketika sang belahan hati yaitu istri mulai keluar dari koridor syariat maka itu tanggung jawab dia sebagai pemimpin.
Menjalin hubungan rumah tangga bukanlah soal hal main-main, tapi harus dihadapi secara dewasa. Karena badai dan gelombang rintangan selalu menerpa.
Tidak selayaknya dikarenakan secuil gesekan yang diperbuat oleh sang istri, menjadi percikan api yang kemudian menjadi besar dan membara.
Yang menyebabkan retaknya bangunan rumah tangga. Bukan hal itulah yang diinginkan.
Tapi menyelesaikan dan membuka benang kusut secara perlahan itulah jalan terbaiknya.
Jadilah suami yang tangguh, yang bisa menjadi nahkoda bahtera rumah tangga. Menyetir kearah jalan yang mulia.
Menjadi kapten yang bisa mengayomi dan memperbaiki setiap bahtera yang mengalami kerusakan.
Kemudian jadilah istri yang taat, yang selalu mentaati ucapan dan perintah sang nahkoda bahtera.
Selama ia masih memerintahkan kepada yang hak maka jalankan, tidak ada dispensasi didalamnya.
Bangunlah bahtera itu dengan rajutan cinta dan kasih sayang yang dasari dengan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya.
– Jember, asrama menjelang senja ditemani suara sahut menyahut dari surau. 22 Oktober 2016.
Penulis: Fitra Aryasandi
Artikel: muslimplus.or.id