Sungguh betul-betul sangat menyedihkan sekali, ketika hamba masih mampu menghembuskan nafasnya dan masih hidup dimuka bumi. Mendapatkan pujian, sanjungan dari sesamanya tapi pada hakikatnya dihadapan Tuhan pencipta langit dan bumi ialah adalah seorang yang nista.

Betapa banyak dari kita yang sangat menjaga image, citra dan wibawa dihadapan para wajah-wajah manusia. Namun ketika ditemani sunyi rasa itu hilang begitu saja bagai embun disiram cahaya hangat mentari.

Tak ada lagi rasa malu, berbuat maksiat sesuka hati, terbongkar semuanya, seolah tak ada satu orang pun memperhatikan dan melihatnya.

Tidak Sadarkah diatas sana ada Dzat yang tak pernah tidur, ada Dzat yang mengetahui segala yang ada dilangit dan dibumi sampai semut hitam yang berada dibatu hitam dibungkus dengan gelapnya gulita Dia tetap mengetahui itu semua.

Dan pasti besok lusa kelak akan datang sebuah masa dimana seluruh manusia akan mengetahui dan menyaksikan siapa diri ini sebenarnya. Tidak ada seorang pun yang bisa berbohong apalagi menghindar.

Pada hari itu juga mulut-mulut dikunci tidak bisa melontarkan walau hanya satu kata, pada hari itu hanya tangan dan kaki yang berbicara dan menjelaskan semuanya, ketika masih hidup didunia tepat ketika sudah baligh hingga hembusan nafas terakhir.

Tidak cukupkah lantunan indah ayat suci al-quran yang dilukiskan oleh-Nya sebagai peringatan untuk kita?

“Pada hari ini kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”

-surat: Yasin : 65-

Betapa banyak pengadilan-pengadilan yang kita jumpai di negri ini tidak sama seperti namanya yaitu adil. Keputusan demi keputusan yang telah ditutup oleh pukulan Palu tiga kali menimbulkan kedzoliman terlebih lagi sasarannya kaum bawah.

Sedih memang melihat fenomena ini terjadi dihadapan kita, apalah daya itu memang realita kehidupan nyata yang tidak bisa dipungkiri oleh jiwa.

Ketika seseorang yang sangat membutuhkan makanan untuk menyambung nafas kehidupannya dan terpaksa harus mencuri beberapa buah yang ia jumpai, tanpa akal panjang dan melihat itu kaum miskin maka vonis bengis harus mengantarkan ia kedalam rumah jeruji besi.

Tapi ketika tikus-tikus berdasi berlarian dikandangnya, mencuri uang rakyat dengan nominal miliaran atau bahkan triliunan bebas syahdu menikmati udara bebas rumah tahanan. Tidak ada baginya rumah yang ditemboki dengan jeruji-jeruji besi.

Sadarkah kalo yang namanya pengadilan manusia itu bisa dimanipulasi, tapi pengadilan-Nya tidak akan pernah bisa, tidak ada tawar menawar atau negosiasi. Tidak ada istilah suap menyuap, tidak ada yang bisa mendustai pengadilan Padang mahsyar.

Itulah pengadilan yang paling adil dari Dia yang maha adil.

Maka perhatikan lah setiap langkah, gerak-gerik dan tindak-tanduk kita. Karena itu semua akan ditagih untuk dipertanggungjawabkan semuanya dihadapan-Nya.

– Jember, ditempat kedai kebab menanti pesanan menegur. 13 Oktober 2016.

Penulis: Fitra Aryasandi
Artikel: muslimplus.or.id