Aku mencintai indahnya sunset, cahaya jingganya benar-benar indah ketika memantul bumi.

Ketika ia mulai turun kekaki langit, cahayanya terpantul bersama deburan ombak.

Tapi seindah apapun matahari itu aku tetap tidak pernah membawanya ke rumah.

Jika itupun mampu ku lakukan tetap tidak akan ku bawa biarlah dia tetap indah pada tempatnya.

•••

Aku juga sangat menyukai indahnya bulan.

Bulan apapun itu, entah bulan sabit, bulan purnama, semuanya tetap indah tergantung diatas sana.

Tetap tidak akan ku masukan ia kedalam tas.

Jika memang itu mudah dilakukan.

•••

Aku menikmati eloknya mawar.

Tumbuh berwarna-warni mekar dan menyebarkan wangi semerbak.

Aku tidak akan memetiknya dan meletakkan sebagai hiasan.

Tentu sangat mudah ku lakukan, tapi tidak akan pernah ku lakukan.

•••

Aku juga suka dengan binatang mungil kunang-kunang.

Terbang bebas kesana-kemari, berdesing, mengeluarkan kerlip diatas gelapnya tumpukan rerumputan.

Aku tidak akan menangkapnya, mengumpulkan, memasukan kedalam botol dan menjadikan hiasan. Tidak akan.

Meski itu mampu ku lakukan.

•••

Sadarkah atau tidak begitu banyak versi cinta didunia ini.

Dan tidak semena-mena denga cinta, kita harus memaksakan untuk memilikinya.

Begitu banyak kisah, kasih dan sayang didunia ini.

Jika memang demikian adanya tidak harus tuh kita membawanya pulang.

•••

Keras kepala sekali jika kau masih tetap melakukan itu.

Tengoklah kelangit biru tiada lagi sunset matahari.

Tiada lagi indahnya gelap tanpa purnama.

Tak ada eloknya tanaman tanpa merekahnya mawar.

Atau gelap gulitanya rumpunan tanpa kunang-kunang.

•••

Ingat, begitu banyak versi cinta didunia ini.

Jika memang kita cinta maka akan membiarkannya seperti sedia kala, tidak pernah ada kata memaksakan.

Hanya meletakkan perasaan itu jauh didasar hati yang terdalam.

– Jember, kedai lontong kare. 5 Oktober 2016

Penulis: Fitra Aryasandi
Artikel: muslimplus.or.id