Siapa bilang orang tidak pernah memiliki masa kelam, dimana dia pernah tersandung dan jatuh ke lubang itu. Tapi yang menarik mereka yang jatuh bisa bangun kembali. Walau dengan kaki yang tertatih-tatih untuk bangkit.
Cemoohan yang selalu menyelinap masuk ke telinga, cibiran yang tak henti terlontar dan diasingkan seolah tak kenal sebelumnya.
Teruslah berjalan, teruslah berlari, jangan sekali-kali melihat ke belakang jika tak mampu menahan isak tangis.
Biarlah sang waktu mengobati seluruh kepedihan dan kesedihan. Ketika jalan buntu telah menanti, ketika merasa semua telah tiada, hilang, musnah.
Maka saat terbaik itulah biarkan waktu menjadi obat semuanya. Hari demi hari yang berlalu akan menghapus selembar demi selembar kesedihan. Minggu demi minggu berlalu akan mengikis sejengkal demi sejengkal kegelisahan.
Bulan, tahun, maka musnahlah kesedihan yang melekat dalam hati. Biarkan waktu yang mengobatinya, maka semoga kita lapang menerimanya. Disamping itu sambil terus mengisi hari-hari dengan berbuat baik dan positif.
Bukankah kitab termulia telah melukiskan dengan indah perihal seperti ini. Tertulis didalamnya mintalah tolong kepada sabar dan shalat.
Bagaimana mungkin sabar bisa menjadi penolong? Dalam situasi tertentu, bahkan sabar adalah penolong paling dahsyat tiada terkira. Dan shalat penolong terbaik tiada tara.
Tak lupa juga dengan kekuatan sebuah doa. Jika hanya berusaha dan mengabaikan senjata ini maka akan sia-sia. Tidaklah bisa usaha terus dikerahkan jika Dia yang maha besar tidak dipinta.
– Jember, di asrama setelah makan siang. 21 September 2016.
Penulis: Fitra Aryasandi
Artikel: muslimplus.or.id