Shalat yang kita tegakan, puasa yang kita perjuangkan, zakat yang kita haturkan, semuanya hanya untuk-Nya. Sudah menjadi hal yang patut untuk hamba memberikan sesuatu terbaik untuk Dia Yang Maha Baik.
Dia yang maha mengatur alam semesta ini telah menetapkan shalat lima waktu. Diawali dengan mentari hendak menatap bumi hingga ia kembali menghilang diganti oleh sang gelap.
Setiap harta yang ditunaikan, panggilan yang dipenuhi, rela melepaskan dari hangatnya selimut yang membungkus badan, beranjak dari empuknya ranjang untuk menegakkan kewajiban.
Peristiwa susah sedih yang selalu disabari, peristiwa indah berbunga bahagia selalu dibagi, semua adanya harus selalu disyukuri. Karena selama hamba masih menghirup hawa dunia semua tak ada yang abadi, sirna semua. Termasuk sedih dan bahagia akan pergi.
Hamba macam apa, jika jasadnya tidak merasa lelah. Tidak usah dikatakan kali keduanya memang itu membuat lelah. Itu membuat hamba payah tapi menyucikan jiwa. Menghimpit dan memenatkan tubuh tapi menghidupkan sanubari.
Semua yang berada didalam semesta baik dilangit maupun dibumi itu milik-Nya. Dan kelak jika waktunya telah tiba semua akan kembali kepada-Nya.
Tidak akan pernah sebuah ujian yang diberikan oleh-Nya untuk hamba melewati dari barometer kemampuannya.
Semua yang terjadi, yang telah terjadi maupun yang akan terjadi seluruhnya telah termaktub. Tidak ada istilah kebetulan.
Disaat hamba merasa lemah libatkanlah Dia yang maha kuat agar menguatkan, disaat hamba merasa hina libatkanlah Dia yang maha luhur agar mengangkat derajat, disaat hamba merasa fakir libatkanlah dia yang maha kaya agar mencukupi.
Tugas besar hamba dalam hidup adalah mengemudi hati, selalu mengarahkannya ke jalan yang lurus, karena itulah saat menegakan shalat doa yang selalu terlantun “ihdina shiratal mustaqim” (tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus).
Jalan yang pernah dititi oleh Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa hingga penutup dari mereka Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Jalan itu tidak mulus. Berbagai rintangan dan tantangan melintang tepat dijalan itu.
Jalan memiliki tikungan yang begitu tajam, tanjakannya sangat terjal, turunannya begitu curam. Kerikil yang membuat jatuh dan terkoyak, duri tersebar yang dapat menusuk.
Semuanya bukanlah suatu yang mengerikan jika tujuan yang digapai wajah-Nya kelak dan hati yang dimantapkan untuk terus menatap tujuan itu. Maka berbahagialah hamba-hamba yang dapat melihat dengan jelas wajah-Nya kelak.
– Bekasi, didalam bis perjalanan menuju solo. 18 September 2016.
Penulis: Fitra Aryasandi
Artikel: muslimplus.or.id