Tiada gading yang tak retak, tidak ada manusia yang tidak bersalah. Setiap orang pernah maksiat dan khilaf. Pernah pula salah dan terjatuh. Pernah pula berbohong, pernah pula menyakiti. Sifat manusia yang sangat dekat dengan berbagai kesalahan seharusnya menjadi pemantik agar kita senantiasa bertaubat kepada Allah. Kita bukan kain putih tanpa noda. Bukan pula air bening tanpa cela. Bukan. sekali lagi bukan. kita juga bukan malaikat yang senantiasa taat dan patuh. Kita bukan pula sebongkah batu yang tenang dan diam.

Dengan akumulasi kesalahan yang begitu banyaknya, apakah pantas kita merasa bangga dengan amal kebaikan yang sedikit? Bangga dengan seuntai nasihat yang kita berikan? Sedang di sisi yang lain, caci maki bertaburan ibarat derai ombak di tepi lautan? Lantas, apakah pantas bagi kita untuk merasa dermawan dengan seonggok sedekah yang kita salurkan, padahal di sisi yang lain inflow harta kita berasal dari harta yang haram, riba, bahkan tidak jelas asal usulnya? Pantaskah kita menganggap diri ini suci? Lihatlah cermin, itulah anda. Seseorang yang terlalu tersanjung di atas omong kosong popularitas. Yang dikenal sebagai promotor dakwah. Yang dikenal sebagai piooner kemanusiaan. Sungguh Allah telah mengatakan,

“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” [An-Najm: 32]

Besarnya nama, tingginya jabatan, cantiknya rupa, dan indahnya penampilan semua itu bukan tolak ukur di sisi Allah, Rabb yang Maha Agung. Tidak berguna, kecuali ketakwaan kita kepada-Nya. Anda menahan diri dari larangan-Nya, dan sekuat semampu menjalankan perintah-Nya.

“Kalau kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak akan ada dua orang yang berjalan di belakangku dan sungguh kalian akan melemparkan tanah di atas kepalaku, dan aku berangan-angan Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil Abdullah bin Kotoran.” [HR.Hakim Al-Mustadrok 3/357 no 5382, shahih]

Wallahu ‘alam

Penysusun : Radikal Yuda Utama
@UGM library