Terkait pengangguran Teori klasik meyakini bahwa angka pengangguran dapat dihilangkan Secara sederhana, teoriklasik menyebutkan bahwa dalam suatu perekonomian penggunaan tenagakerja secara penuh (full employment) dapat terjadi (artinya, bukan suatu yang mustahil untuk menekan pengangguran sampai pada 0%). Hal ini dilandaskan oleh landasan berpikir bahwa bila terjadi pengangguran, tenagakerja yang tidak memiliki pekerjaan tersebut akan bersedia dibayar pada upah yang lebih rendah sehingga dengan demikian penawaran tenakerja kembali mencapai titik equilibriumnya, dimana penawaran samadengan jumlah permintaan tenakerja (aeunike.lecture.ub.ac.id)
Fleksibilitas tingkat bunga dan Upah sebagaimana disebutkan dalam Teori klasik bahwa penawaran tenaga kerja erat kaitannya dnegan tingkat upah. Bila kita tinjau awal dari suku bunga yang berlaku, dengan menurunnya tingkat suku bunga, akan memicu peningkatan pada sektor investasi. Investasi yang kian tinggi tentu akan berefek langsung pada peningkatan pada kapasitas produksi pada suatu industri. Artinya, permintaan tenaga kerja untuk mensupport kapasitas produksi yang semakin besar tersebut akan semakin meningkat pula. Ketersediaan lapangan kerja semakin terbuka dan tenaga kerja pun terserap ke dalam industri tersebut. dampaknya akhirnya adalah terjadinya penurunan jumlah pengangguran.
Selain teori klasik, masalah pengangguran juga dijelaskan dalam teori keynes. Dimana dalam teori keynes sendiri melibatkan adanya intervensi pemerintah dalam suatu perekonomian. Perekonomian tidak bisa begitu saja dilepaskan pada pasar. Peran pemerintah disini adalah sebagai pelindung bagi orang banyak melalui kebijakan. Termasuk juga dalam pengangguran, tatkala pengangguran tinggi, maka pemerintah memperbesar pengeluarannya untuk menciptakan lapangan kerja baru. Sehingga dengan demikian akan menurunkan jumlah pengangguran.
Mengapa Pengangguran selalu punya embrio baru?
Membicarakan pengangguran di Indonesia seakan tidak akan ada habisnya. Ya tentu saja, dengan penduduk sebesar dan dengan trubulansi politik sosial dan ekonomi yang berantakan seperti ini menjadikan negeri leluhur ini punya cerita sendiri mengenai penangguran. Selain itu, faktor geografis yang tersusun atas banyak pulau, terpisah oleh banyak lautan, menjadikan akses dan mobilisasi ekonomi antar daerah bukan suatu yang mudah. Ibarat menyeberangi sungai atau lautan tentu anda perlu yang perahu. Maka tatkal perahu tak dapat digunakan, maka terpaksa anda harus mati-matian berenang hingga ke seberang. Begitupula yang tengah dicoba oleh bangsa kita. Doa kita semoga rasa lelah tak surut ditengah jalan, tak tenggelam di tengah lautan yang dalam.
Pengangguran sebagaimana disebutkan diawal bisa disebabkan oleh karakter individu yang urak-urakkan. Pribadi yang malas, ataupun hidup bergantung pada oranglain merupakan representatif terdekat untuk menggambarkan karakter ‘pengangguran’. Banyak contoh nyata kita saksikan, salah satunya pengemis. Dalam banyak kejadian nyata kita lihat para pengemis ini masih memiliki tubuh yang kuat dan jiwa yang sehat. Bahkan dalam suatu informasi yang saya dapatkan pengangguran yang beralih menjadi pengemis tersebut bahkan memilki pendapatan yang tidak sedikit. Bagaimana mungkin tidak bekerja, tapi berpenghasilan? Ya ini dia, hidup sebagai seorang pengemis. Saking menggiurkannya menjadi pengangguran berpenghasilan (baca: pengemis) ini dapat kita komparasikan melalui level kemiskinan di Yogyakarta per september 2013 yaitu sekitar 10 ribuan rupiah per kapita per hari. Sedang apa yang para pengemis ini dapatkan per harinya lebih besar yaitu sebesar 75 ribuan rupiah per hari.
Referensi:
Marius, Jelamu Ardu, Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia,Makalah,IPB,April 2004.
Pitartono, (2012). Analisis Tingkat Pengangguran Di Jawa Tengah Tahun 1997-2010. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012+
(aeunike.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/Pengantar-Ekonomi.12.pdf)
http://nasional.kontan.co.id/news/724-juta-orang-indonesia-adalah-pengangguran